http://abdulrifki5.blogspot.com/2016/05/strategi-pendidikan-islam-dalam-meningkatkan-kualitas-sumber-daya-alam
STRATEGI
PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Abdul
Rifki (11150162000075)
pendidikan kimia
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Realitas
Pendidikan Islam saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual deadlock. Diantara
indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya pembaharuan, dan kalau toh ada kalah cepat dengan perubahan
sosial, politik dan kemajuan iptek. Kedua, praktek pendidikan Islam sejauh ini
masih memelihara warisan yang lama dan tidak banyak melakukan pemikiran
kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Ketiga, model
pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan
intelektualisme-verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan
komunikasi humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitikberatkan
pada pembentukan. abd atau hamba
Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl.[1]
Padahal,
di sisi lain pendidikan Islam mengemban tugas penting, yakni bagaimana
mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan
aktif dan tetap survive di era globalisasi. Dalam konteks ini Indonesia sering
mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam melakukan pengembangan
kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya
manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam. Mengapa pengembangan kualitas sumber daya manusia menjadi
sangat penting dan begitu urgent? Hal ini tak bisa dipungkiri mengingat abad
XXI sebagai era globalisasi dikenal dengan situasinya yang penuh dengan
persaingan (hypercompetitive situation). John Naisbitt dan Patricia Aburdene
sebagaimana dikutip A. Malik Fadjar, pernah mengatakan bahwa terobosan paling
menggairahkan dari abad XXI bukan karena teknologi, melainkan karena konsep
yang luas tentang apa artinya manusia itu. Pengembangan kualitas SDM bukan
persoalan yang gampang dan sederhana, karena membutuhkan pemahaman yang
mendalam dan luas pada tingkat pembentukan konsep dasar tentang manusia serta
perhitungan yang matang dalam penyiapan institusi dan pembiayaan.[2]
Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat
dilakukan melalui berbagai jalur, diantaranya melalui pendidikan. Pendidikan
ini merupakan jalur peningkatan kualitas sumber daya manusia yang lebih
menekankan pada pembentukan kualitas dasar, misalnya keimanan dan ketakwaan,
kepribadian, kecerdasan, kedisiplinan, kreativitas dan sebagainya.[3]
Strategi pendidikan Islam dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
menurut Ki Hajar Dewantoro pada karya Chaerul Anwar. Dalam skripsinya yang
berjudul Strategi Pendidikan Dalam
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi
Komparasi atas Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Hasan Langgulung) yaitu di lihat dari beberapa aspek
diantaranya:
Pertama, asas pendidikan, Menurut Ki Hajar Dewantoro terdiri dari kemerdekaan,
kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Yang kita kenal dengan istilah
Panca Dharma.
Kedua, sistem pendidikan, Dalam prakteknya
Ki Hajar Dewantoro menggunakan sistem among dimana sisiem tersebut lebih
menekankan pencapaian tujuan pendidikan pada aspek pendidik. Selain sistim
among dalam taman siswa juga dikenal sistim pondok.
Ketiga, tujuan pendidikan, Ki Hajar Dewantoro
memandang pada intinya tujuan pendidikan adalah untuk: (a.) Memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelek) dan
tubuh anak. (b.) Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak - anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi - tingginya. (c.) Pendidikan berarti
memelihara hidup - tumbuh kearah kemajuan, tak boleh melanjutkan keadaan
kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berazas keadaban,
yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Keempat, kurikulum pendidikan, Kurikulum pendidikan yang digagas Ki
Hajar Dewantoro memasukkan Pendidikan Agama kedalam pelajaran ethik yang pada
intinya merupakan upaya pembiasaan melakukan perbuatan terpuji pada diri anak
dalam kehidupannya sehari - hari hingga mendarah daging dan kalaupun ada penjelasan
dan keterangan, hal demikian hanya sebagai penguat. Dan kurikulum yang dipakai
yaitu Sistem pendidikan Nasional.[4]
Generasi yang berkualitas yang akan disiapkan untuk
menyongsong dan menjadi pelaku pembangunan pada era globalisasi dituntut untuk
meningkatkan kualitas keberagamaannya (dalam memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama yang tetap bertumpu pada iman dan aqidah). Dengan kata lain
masyarakat maju Indonesia menuntut kemajuan kualitas hasil pendidikan Islam. A.
R. Saleh menyatakan bahwa modernisasi bagi bangsa Indonesia adalah penerapan
ilmu pengetahuan dalam aktivitas pendidikan Islam secara sistematis dan
berlanjut. Tujuan pendidikan nasional termasuk tujuan pendidikan agama adalah
mendidik anak untuk menjadi anak manusia berkualitas dalam ukuran dunia dan
akhirat. Untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang berkualitas,
ditetapkan langkah-langkah dalam pembinaan pendidikan agama yaitu :
1. Meningkatkan dan menyelaraskan
pembinaan perguruan agama dengan perguruan umum dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi sehingga perguruan agama berperan aktif bagai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Pendidikan agama pada perguruan umum
dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi akan lebih dimantapkan agar
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta
pendidikan agama berperan aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. Pendidikan tinggi agama serta
lembaga yang menghasilkan tenaga ilmuan dan ahli dibidang agama akan lebih
dikembangkan agar lebih berperan dalam pengembangan pikiran-pikiran ilmiah
dalam rangka memahami dan menghayati serta mampu menterjemahkan ajaran-ajaran
agama sesuai dan selaras dengan kehidupan masyarakat.[5]
Berdasarkan
upaya diatas, maka dapat dilihat bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan agama pada 2 jalur, yaitu lembaga pendidikan umum dan keagamaan.
Sejalan dengan upaya peningkatan SDM ini H. A. R. Tilaar dalam memandang
tuntutan SDM yang kompetitif di abad 21 sesuai tantangan atau tuntutan
masyarakat dalam era ilmu pengetahuan, menyatakan bahwa perlunya :
a)
Reformulsi IAIN sebagai Institusi
Pendidikan Tinggi Islam, hal ini dilihat dari relevansinya terhadap tuntutan
ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional masih bersifat sektoral dan visinya
yang terbatas
b)
Nilai Agama Sebagai Faktor
Integratif, telah terlihat efek pemisahan agama dan sains-teknologi, nilai
agama hendaknya dijadikan faktor integratif di dalam mengembangkan
fakultas-fakultas ilmu murni bila transformasi IAIN menjadi Universitas Islam
dapat diwujudkan.
c) Peninjauan Eksistensi Fakultas
Tarbiyah dalam IAIN dan menyarankan agar ditransformasikan menjadi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.[6]
Pengembangan
sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian dari ajaran Islam, yang dari semula
telah mengarah manusia untuk berupaya meningkatkan kualitas hidupnya yang
dimulai dari pengembangan budaya kecerdasan. Ini berarti bahwa titik tolaknya
adalah pendidikan yang akan mempersiapkan manusia itu menjadi makhluk
individual yang bertanggung jawab dan makhluk sosial yang mempunyai rasa
kebersamaan dalam mewujudkan kehidupan yang damai, tentram, tertib, dan maju,
dimana moral kebaikan (kebenaran, keadilan, dan kasih sayang) dapat ditegakkan
sehingga kesejahteraan lahir batin dapat merata dinikmati bersama. Pendidikan
tentu saja memiliki tujuan utama (akhir). Dan, tujuan utama atau akhir (ultimate
aim) pendidikan dalam Islam menurut Hasan Langgulung adalah pembentukan
pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh dan jasmani,
kemauan yang bebas, dan akal. Pembentukan pribadi atau karakter sebagai khalifah
tentu menuntut kematangan individu, hal ini berarti untuk memenuhi tujuan
utama tersebut maka pengembangan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi untuk
menggapainya. Karena strategi merupakan alternatif dasar yang dipilih dalam
upaya meraih tujuan berdasarkan pertimbangan bahwa alternatif terpilih itu
diperkirakan paling optimal.
Strategi
adalah jantung dari tiap keputusan yang diambil kini dan menyangkut masa depan.
Tiap strategi selalu dikaitkan dengan upaya mencapai sesuatu tujuan di masa
depan, yang dekat maupun yang jauh. Tanpa tujuan yang ingin diraih, tidak perlu
disusun strategi. Selanjutnya, suatu strategi hanya dapat disusun jika terdapat
minimal dua pilihan. Tanpa itu, orang cukup menempuh satu-satunya alternatif
yang ada dan dapat digali. Sedangkan
Hasan Langgulung dengan definisi yang telah dipersempit berpendapat bahwa
strategi memiliki makna sejumlah prinsip dan pikiran yang sepatutnya
mengarahkan tindakan sistem-sistem pendidikan di dunia Islam. Menurutnya kata
Islam dalam konteks tersebut, memiliki ciri-ciri khas yang tergambar dalam
aqidah Islamiyah, maka patutlah strategi pendidikan itu mempunyai corak Islam.
Adapun strategi pendidikan yang dipilih oleh Langgulung terdiri dari dua model,
yaitu strategi pendidikan yang bersifat makro dan strategi pendidikan yang bersifat
mikro.
A.
Strategi Pendidikan Bersifat Makro
Strategi
pendidikan makro biasa dilakukan oleh
para
pengambil keputusan dan pembuat rencana pendidikan
(education planner) atau dalam hal ini adalah pemerintah. Strategi makro ini
memiliki cakupan luas dan bersifat umum, artinya bukan dilakukan oleh satu atau
segelintir orang saja, namun melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Strategi
yang diusulkan terdiri dari tiga komponen utama, yaitu tujuan, dasar, dan
prioritas dalam tindakan.
1. Tujuan
Segala gagasan untuk merumuskan tujuan pendidikan di dunia Islam haruslah
memperhitungkan bahwa kedatangan Islam adalah permulaan baru bagi manusia.
Islam datang untuk memperbaiki keadaan manusia dan menyempurnakan utusan - utusan
(anbiya) Tuhan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mencapai kesempurnaan agama.
Seperti arti firman Allah swt.: “Hari ini Aku sempurnakan agamamu dan Aku
lengkapkan nikmatKu padamu dan Aku rela Islam itu sebagai agamamu.” (QS.
Al-Maidah: 4). Dan firman-Nya yang lain: “Kamu adalah umat terbaik yang
dikeluarkan untuk umat manusia sebab kamu memerintahkan yang ma’ruf dan
melarang yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110).
Berpijak pada dua ayat tersebut, kemudian Hasan Langgulung menyimpulkan
bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islamselain tujuan utama
(akhir) pendidikan Islam yang ingin membentuk pribadi khalifah diringkas dalam
dua tujuan pokok; pembentukan insan yang shaleh dan beriman kepada Allah dan
agama-Nya, dan pembentukan masyarakat yang shaleh yang mengikuti petunjuk agama
Islam dalam segala urusan.43
2. Dasar-dasar
Pokok
Hasan Langgulung memandang bahwa pendidikan dewasa ini berada dalam kondisi
yang sangat memprihatinkan. Untuk itu, ia menawarkan bahwa tindakan yang perlu
diambil ialah dengan memformat kurikulum pendidikan Islam dengan format yang
lebih integralistik dan bersifat universal. Hasan Langgulung menjabarkan 8
aspek yang termasuk dalam dasar-dasar pokok pendidikan Islam, yaitu:
a) Keutuhan
(syumuliyah), Pendidikan Islam haruslah bersifat utuh, artinya
memperhatikan segala aspek manusia: badan, jiwa, akal dan rohnya.
b) Keterpaduan,
Kurikulum pendidikan Islam hendaknya bersifat terpadu antara komponen yang satu
dengan yang lain (integralitas) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1)
Pendidikan Islam haruslah memberlakukan individu dengan memperhitungkan
ciri-ciri kepribadiannya: jasad, jiwa, akal, dan roh yang berkaitan secara
organik, berbaur satu sama lain sehingga bila terjadi perubahan pada salah satu
komponennya maka akan berlaku perubahan-perubahan pada komponen yang lain. (2)
Pendidikan Islam harus bertolak dari keterpaduan di antara negara-negara Islam.
Ia mendidik individu-individu itu supaya memiliki semangat setia kawan dan
kerja sama sambil mendasarkan aktivitasnya atas semangat dan ajaran Islam.
Berbagai jenis dan tahap pendidikan itu dipandang terpadu antaraberbagai
komponen dan aspeknya;
c) Kesinambungan
/ Keseimbangan, Pendidikan Islam haruslah bersifat kesinambungan dan tidak
terpisah-pisah dengan memperhatikan aspek-aspek berikut: (1) Sistem pendidikan
itu perlu memberi peluang belajar pada tiap tingkat umur,tingkat persekolahan
dan setiap suasana. Dalam Islam tidak boleh ada halangan dari segi umur,
pekerjaan, kedudukan, dan lain-lain. (2) Sistem pendidikan Islam itu selalu
memperbaharui diri atau dinamis dengan perubahan yang terjadi. Sayyidina Ali
r.a. pernah memberikan nasehat: Ajarkan anak-anakmu ilmu lain dari yang kamu
pelajari, sebab mereka diciptakan bagi zaman bukan zamanmu;
d) Keaslian, Pendidikan
Islam haruslah orisinil berdasarkan ajaran Islam seperti yang disimpulkan
berikut ini: (1) Pendidikan Islam harus mengambil komponen-komponen,
tujuan-tujuan, materi dan metode dalam kurikulumnya dari peninggalan Islam
sendiri sebelum ia menyempurnakannya dengan unsur-unsur dari peradaban lain. (2)
Haruslah memberi prioritas kepada pendidikan kerohanian yang diajarkan oleh
Islam. (3) Pendidikan kerohanian Islam sejati menghendaki agar kita menguasai
bahasa Arab, yaitu bahasa al-Qur’an dan Sunnah. (4) Keaslian ini menghendaki
juga pengajaran sains dan seni modern dalam suasana perkembangan dimana yang
menjadi pedoman adalah aqidah Islam;
e) Bersifat
Ilmiah, Pendidikan Islam haruslah memandang sains dan teknologi sebagai
komponen terpenting dari peradaban modern, dan mempelajari sains dan teknologi
itu merupakan suatu keniscayaan yang mendesak bagi dunia Islam jika tidak mau
ketinggalan ’kereta api’.
f) Bersifat
Praktikal, Kurikulum pendidikan Islam tidak hanya bisa bicara secara
teoritis saja, namun ia harus bisa dipraktekkan. Karena ilmu tak akan berhasil
jika tidak dipraktekkan atau realita.
g) Kesetiakawanan,
Di antara ajaran terpenting dalam Islam adalah kerja sama, persaudaraan dan
kesatuan di kalangan umat muslimin. Jadi pendidikan Islam harus dapat
menumbuhkan dan mengukuhkan semangat setia kawan di kalangan individu dan
kelompok;
h) Keterbukaan, Pendidikan haruslah
membuka jiwa manusia terhadap alam jagat dan Penciptanya, terhadap kehidupan
dan benda hidup, dan terhadap bangsa-bangsa dan kebudayaan-kebudayaan yang
lain. Islam tidak mengenal fanatisme, perbedaan kulit atau sosial, sebab di
dalam Islam tidak ada rasialisme,
3. Prioritas Dalam Tindakan
Strategi ketiga yaitu memberikan prioritas tindakan yang harus diberikan
oleh orang-orang yang bertanggung jawab tentang pendidikan di dunia Islam
terutama pemerintah Ragam prioritas itu adalah (1) prioritas
dalam tindakan yang meliputi penyerapan semua anak-anak yang mencapai usia
sekolah, (2) penganekaragamanjalur perkembangan, meninjau kembali
materi dan metode pendidikan, pengukuhan pendidikan agama, administrasi dan
perencanaan, dan (3) kerja sama regional dan antar negara di dalam dunia Islam.
B. Strategi Yang Bersifat Makro
Strategi yang bersifat makro hanya
terdiri dari satu komponen saja, yaitu tazkiyah al-nafs (pembersihan jiwa).
Tazkiyah itu bertujuan membentuk tingkah laku baru yang dapat menyimbangkan
roh, akal, dan badan seseorang sekaligus. Diantara metode tazkiyah tersebut
ialah: shalat, puasa, zakat, haji, membaca al-Qur’an, zikir, tafakur, zikrul
maut, muraqabah, muhasabah, mujahadah,
muatabah, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, khidmat, tawadhu, menghalangi pintu
masuk setan ke dalam jiwa, dan menghindari penyakit hati.[7]
[1]
Abd. Rachman Assegaf, “Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi”,
dalam Imam Machali dan Musthofa (Ed.), Pendidikan
Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2004), Cet. I,
h. 8-9
[3]
Abdul Latif, Pengembangan Sumber Daya Manusia yang
Berkualitas Menghadapi Era Pasar Bebas, (Jakarta: DPP HIPPI, 1996), h. 11
[4]
Chaerul Anwar, “Strategi
Pendidikan Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi Komparasi atas
Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Hasan Langgulung).” (Skripsi S1
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009)
[5]
Shaleh,
A.R. Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi dan Aksi. (Jakarta:
Gemawindu Pancaperkasa, 2000) hal. 206
[6] Tilaar,H.A.R, Beberapa Agenda
Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, (Magelang:Tera Indonesia, 1999), hal,
200-204
[7]
Syukri Rifa’i , “ Strategi Pendidikan Islam Dalam
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi atas Pemikiran Hasan
Langgulung).“ (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar