Jumat, 20 Mei 2016

STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

http://abdulrifki5.blogspot.com/2016/05/strategi-pendidikan-islam-dalam-meningkatkan-kualitas-sumber-daya-alam

STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Abdul Rifki (11150162000075)
pendidikan kimia
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Realitas Pendidikan Islam saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual deadlock. Diantara indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya pembaharuan, dan kalau toh ada kalah cepat dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek. Kedua, praktek pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan yang lama dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitikberatkan pada pembentukan. abd atau hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl.[1]
Padahal, di sisi lain pendidikan Islam mengemban tugas penting, yakni bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan aktif dan tetap survive di era globalisasi. Dalam konteks ini Indonesia sering mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam melakukan pengembangan kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam. Mengapa pengembangan kualitas sumber daya manusia menjadi sangat penting dan begitu urgent? Hal ini tak bisa dipungkiri mengingat abad XXI sebagai era globalisasi dikenal dengan situasinya yang penuh dengan persaingan (hypercompetitive situation). John Naisbitt dan Patricia Aburdene sebagaimana dikutip A. Malik Fadjar, pernah mengatakan bahwa terobosan paling menggairahkan dari abad XXI bukan karena teknologi, melainkan karena konsep yang luas tentang apa artinya manusia itu. Pengembangan kualitas SDM bukan persoalan yang gampang dan sederhana, karena membutuhkan pemahaman yang mendalam dan luas pada tingkat pembentukan konsep dasar tentang manusia serta perhitungan yang matang dalam penyiapan institusi dan pembiayaan.[2]
Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui berbagai jalur, diantaranya melalui pendidikan. Pendidikan ini merupakan jalur peningkatan kualitas sumber daya manusia yang lebih menekankan pada pembentukan kualitas dasar, misalnya keimanan dan ketakwaan, kepribadian, kecerdasan, kedisiplinan, kreativitas dan sebagainya.[3]
Strategi pendidikan Islam dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia menurut Ki Hajar Dewantoro pada karya Chaerul Anwar. Dalam skripsinya yang berjudul Strategi Pendidikan Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi Komparasi atas Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Hasan Langgulung)  yaitu di lihat dari beberapa aspek diantaranya:
Pertama, asas pendidikan, Menurut Ki Hajar Dewantoro terdiri dari kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Yang kita kenal dengan istilah Panca Dharma.
Kedua, sistem pendidikan, Dalam prakteknya Ki Hajar Dewantoro menggunakan sistem among dimana sisiem tersebut lebih menekankan pencapaian tujuan pendidikan pada aspek pendidik. Selain sistim among dalam taman siswa juga dikenal sistim pondok.
Ketiga, tujuan pendidikan, Ki Hajar Dewantoro memandang pada intinya tujuan pendidikan adalah untuk: (a.) Memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak. (b.) Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak - anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi - tingginya. (c.) Pendidikan berarti memelihara hidup - tumbuh kearah kemajuan, tak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berazas keadaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Keempat, kurikulum pendidikan, Kurikulum pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantoro memasukkan Pendidikan Agama kedalam pelajaran ethik yang pada intinya merupakan upaya pembiasaan melakukan perbuatan terpuji pada diri anak dalam kehidupannya sehari - hari hingga mendarah daging dan kalaupun ada penjelasan dan keterangan, hal demikian hanya sebagai penguat. Dan kurikulum yang dipakai yaitu Sistem pendidikan Nasional.[4]
Generasi yang berkualitas yang akan disiapkan untuk menyongsong dan menjadi pelaku pembangunan pada era globalisasi dituntut untuk meningkatkan kualitas keberagamaannya (dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang tetap bertumpu pada iman dan aqidah). Dengan kata lain masyarakat maju Indonesia menuntut kemajuan kualitas hasil pendidikan Islam. A. R. Saleh menyatakan bahwa modernisasi bagi bangsa Indonesia adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam aktivitas pendidikan Islam secara sistematis dan berlanjut. Tujuan pendidikan nasional termasuk tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak untuk menjadi anak manusia berkualitas dalam ukuran dunia dan akhirat. Untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang berkualitas, ditetapkan langkah-langkah dalam pembinaan pendidikan agama yaitu :
1.      Meningkatkan dan menyelaraskan pembinaan perguruan agama dengan perguruan umum dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi sehingga perguruan agama berperan aktif bagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.      Pendidikan agama pada perguruan umum dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi akan lebih dimantapkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta pendidikan agama berperan aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.      Pendidikan tinggi agama serta lembaga yang menghasilkan tenaga ilmuan dan ahli dibidang agama akan lebih dikembangkan agar lebih berperan dalam pengembangan pikiran-pikiran ilmiah dalam rangka memahami dan menghayati serta mampu menterjemahkan ajaran-ajaran agama sesuai dan selaras dengan kehidupan masyarakat.[5]
            Berdasarkan upaya diatas, maka dapat dilihat bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama pada 2 jalur, yaitu lembaga pendidikan umum dan keagamaan. Sejalan dengan upaya peningkatan SDM ini H. A. R. Tilaar dalam memandang tuntutan SDM yang kompetitif di abad 21 sesuai tantangan atau tuntutan masyarakat dalam era ilmu pengetahuan, menyatakan bahwa perlunya :
a)           Reformulsi IAIN sebagai Institusi Pendidikan Tinggi Islam, hal ini dilihat dari relevansinya terhadap tuntutan ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional masih bersifat sektoral dan visinya yang terbatas
b)           Nilai Agama Sebagai Faktor Integratif, telah terlihat efek pemisahan agama dan sains-teknologi, nilai agama hendaknya dijadikan faktor integratif di dalam mengembangkan fakultas-fakultas ilmu murni bila transformasi IAIN menjadi Universitas Islam dapat diwujudkan.
c)           Peninjauan Eksistensi Fakultas Tarbiyah dalam IAIN dan menyarankan agar ditransformasikan menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.[6]
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian dari ajaran Islam, yang dari semula telah mengarah manusia untuk berupaya meningkatkan kualitas hidupnya yang dimulai dari pengembangan budaya kecerdasan. Ini berarti bahwa titik tolaknya adalah pendidikan yang akan mempersiapkan manusia itu menjadi makhluk individual yang bertanggung jawab dan makhluk sosial yang mempunyai rasa kebersamaan dalam mewujudkan kehidupan yang damai, tentram, tertib, dan maju, dimana moral kebaikan (kebenaran, keadilan, dan kasih sayang) dapat ditegakkan sehingga kesejahteraan lahir batin dapat merata dinikmati bersama. Pendidikan tentu saja memiliki tujuan utama (akhir). Dan, tujuan utama atau akhir (ultimate aim) pendidikan dalam Islam menurut Hasan Langgulung adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh dan jasmani, kemauan yang bebas, dan akal. Pembentukan pribadi atau karakter sebagai khalifah tentu menuntut kematangan individu, hal ini berarti untuk memenuhi tujuan utama tersebut maka pengembangan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi untuk menggapainya. Karena strategi merupakan alternatif dasar yang dipilih dalam upaya meraih tujuan berdasarkan pertimbangan bahwa alternatif terpilih itu diperkirakan paling optimal.
Strategi adalah jantung dari tiap keputusan yang diambil kini dan menyangkut masa depan. Tiap strategi selalu dikaitkan dengan upaya mencapai sesuatu tujuan di masa depan, yang dekat maupun yang jauh. Tanpa tujuan yang ingin diraih, tidak perlu disusun strategi. Selanjutnya, suatu strategi hanya dapat disusun jika terdapat minimal dua pilihan. Tanpa itu, orang cukup menempuh satu-satunya alternatif yang ada dan dapat digali.  Sedangkan Hasan Langgulung dengan definisi yang telah dipersempit berpendapat bahwa strategi memiliki makna sejumlah prinsip dan pikiran yang sepatutnya mengarahkan tindakan sistem-sistem pendidikan di dunia Islam. Menurutnya kata Islam dalam konteks tersebut, memiliki ciri-ciri khas yang tergambar dalam aqidah Islamiyah, maka patutlah strategi pendidikan itu mempunyai corak Islam. Adapun strategi pendidikan yang dipilih oleh Langgulung terdiri dari dua model, yaitu strategi pendidikan yang bersifat makro dan strategi pendidikan yang bersifat mikro.
A. Strategi Pendidikan Bersifat Makro
Strategi pendidikan makro biasa dilakukan oleh para pengambil keputusan dan pembuat rencana pendidikan (education planner) atau dalam hal ini adalah pemerintah. Strategi makro ini memiliki cakupan luas dan bersifat umum, artinya bukan dilakukan oleh satu atau segelintir orang saja, namun melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Strategi yang diusulkan terdiri dari tiga komponen utama, yaitu tujuan, dasar, dan prioritas dalam tindakan.
1. Tujuan
Segala gagasan untuk merumuskan tujuan pendidikan di dunia Islam haruslah memperhitungkan bahwa kedatangan Islam adalah permulaan baru bagi manusia. Islam datang untuk memperbaiki keadaan manusia dan menyempurnakan utusan - utusan (anbiya) Tuhan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mencapai kesempurnaan agama. Seperti arti firman Allah swt.: “Hari ini Aku sempurnakan agamamu dan Aku lengkapkan nikmatKu padamu dan Aku rela Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 4). Dan firman-Nya yang lain: “Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk umat manusia sebab kamu memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110).
Berpijak pada dua ayat tersebut, kemudian Hasan Langgulung menyimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islamselain tujuan utama (akhir) pendidikan Islam yang ingin membentuk pribadi khalifah diringkas dalam dua tujuan pokok; pembentukan insan yang shaleh dan beriman kepada Allah dan agama-Nya, dan pembentukan masyarakat yang shaleh yang mengikuti petunjuk agama Islam dalam segala urusan.43
2. Dasar-dasar Pokok
Hasan Langgulung memandang bahwa pendidikan dewasa ini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Untuk itu, ia menawarkan bahwa tindakan yang perlu diambil ialah dengan memformat kurikulum pendidikan Islam dengan format yang lebih integralistik dan bersifat universal. Hasan Langgulung menjabarkan 8 aspek yang termasuk dalam dasar-dasar pokok pendidikan Islam, yaitu:
a) Keutuhan (syumuliyah), Pendidikan Islam haruslah bersifat utuh, artinya memperhatikan segala aspek manusia: badan, jiwa, akal dan rohnya.
b) Keterpaduan, Kurikulum pendidikan Islam hendaknya bersifat terpadu antara komponen yang satu dengan yang lain (integralitas) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Pendidikan Islam haruslah memberlakukan individu dengan memperhitungkan ciri-ciri kepribadiannya: jasad, jiwa, akal, dan roh yang berkaitan secara organik, berbaur satu sama lain sehingga bila terjadi perubahan pada salah satu komponennya maka akan berlaku perubahan-perubahan pada komponen yang lain. (2) Pendidikan Islam harus bertolak dari keterpaduan di antara negara-negara Islam. Ia mendidik individu-individu itu supaya memiliki semangat setia kawan dan kerja sama sambil mendasarkan aktivitasnya atas semangat dan ajaran Islam. Berbagai jenis dan tahap pendidikan itu dipandang terpadu antaraberbagai komponen dan aspeknya;
c) Kesinambungan / Keseimbangan, Pendidikan Islam haruslah bersifat kesinambungan dan tidak terpisah-pisah dengan memperhatikan aspek-aspek berikut: (1) Sistem pendidikan itu perlu memberi peluang belajar pada tiap tingkat umur,tingkat persekolahan dan setiap suasana. Dalam Islam tidak boleh ada halangan dari segi umur, pekerjaan, kedudukan, dan lain-lain. (2) Sistem pendidikan Islam itu selalu memperbaharui diri atau dinamis dengan perubahan yang terjadi. Sayyidina Ali r.a. pernah memberikan nasehat: Ajarkan anak-anakmu ilmu lain dari yang kamu pelajari, sebab mereka diciptakan bagi zaman bukan zamanmu;
d) Keaslian, Pendidikan Islam haruslah orisinil berdasarkan ajaran Islam seperti yang disimpulkan berikut ini: (1) Pendidikan Islam harus mengambil komponen-komponen, tujuan-tujuan, materi dan metode dalam kurikulumnya dari peninggalan Islam sendiri sebelum ia menyempurnakannya dengan unsur-unsur dari peradaban lain. (2) Haruslah memberi prioritas kepada pendidikan kerohanian yang diajarkan oleh Islam. (3) Pendidikan kerohanian Islam sejati menghendaki agar kita menguasai bahasa Arab, yaitu bahasa al-Qur’an dan Sunnah. (4) Keaslian ini menghendaki juga pengajaran sains dan seni modern dalam suasana perkembangan dimana yang menjadi pedoman adalah aqidah Islam;
e) Bersifat Ilmiah, Pendidikan Islam haruslah memandang sains dan teknologi sebagai komponen terpenting dari peradaban modern, dan mempelajari sains dan teknologi itu merupakan suatu keniscayaan yang mendesak bagi dunia Islam jika tidak mau ketinggalan ’kereta api’.
f) Bersifat Praktikal, Kurikulum pendidikan Islam tidak hanya bisa bicara secara teoritis saja, namun ia harus bisa dipraktekkan. Karena ilmu tak akan berhasil jika tidak dipraktekkan atau realita.
g) Kesetiakawanan, Di antara ajaran terpenting dalam Islam adalah kerja sama, persaudaraan dan kesatuan di kalangan umat muslimin. Jadi pendidikan Islam harus dapat menumbuhkan dan mengukuhkan semangat setia kawan di kalangan individu dan kelompok;
h)  Keterbukaan, Pendidikan haruslah membuka jiwa manusia terhadap alam jagat dan Penciptanya, terhadap kehidupan dan benda hidup, dan terhadap bangsa-bangsa dan kebudayaan-kebudayaan yang lain. Islam tidak mengenal fanatisme, perbedaan kulit atau sosial, sebab di dalam Islam tidak ada rasialisme,


3.  Prioritas Dalam Tindakan
Strategi ketiga yaitu memberikan prioritas tindakan yang harus diberikan oleh orang-orang yang bertanggung jawab tentang pendidikan di dunia Islam terutama pemerintah Ragam prioritas itu adalah (1) prioritas dalam tindakan yang meliputi penyerapan semua anak-anak yang mencapai usia sekolah, (2) penganekaragamanjalur perkembangan, meninjau kembali materi dan metode pendidikan, pengukuhan pendidikan agama, administrasi dan perencanaan, dan (3) kerja sama regional dan antar negara di dalam dunia Islam.
B. Strategi Yang Bersifat Makro
Strategi yang bersifat makro hanya terdiri dari satu komponen saja, yaitu tazkiyah al-nafs (pembersihan jiwa). Tazkiyah itu bertujuan membentuk tingkah laku baru yang dapat menyimbangkan roh, akal, dan badan seseorang sekaligus. Diantara metode tazkiyah tersebut ialah: shalat, puasa, zakat, haji, membaca al-Qur’an, zikir, tafakur, zikrul maut, muraqabah, muhasabah,  mujahadah, muatabah, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, khidmat, tawadhu, menghalangi pintu masuk setan ke dalam jiwa, dan menghindari penyakit hati.[7]



[1] Abd. Rachman Assegaf, “Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi”, dalam Imam Machali dan Musthofa (Ed.), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2004), Cet. I, h. 8-9
[2]  A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Pajar Dunia, 1999), cet 1, hal,156
[3] Abdul Latif, Pengembangan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas Menghadapi Era Pasar Bebas, (Jakarta: DPP HIPPI, 1996), h. 11
[4]   Chaerul Anwar, “Strategi Pendidikan Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi Komparasi atas Pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan Hasan Langgulung).  (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009)
[5]  Shaleh, A.R. Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi dan Aksi. (Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000) hal. 206
[6]  Tilaar,H.A.R, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, (Magelang:Tera Indonesia, 1999), hal, 200-204

[7]  Syukri Rifa’i , “ Strategi Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi atas Pemikiran Hasan Langgulung).“ (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006)